Petik Ilmu Seduh Cita-Cita

Bersiap Menggapai Cita-Cita meski tak Mereka Kenal Dana Infrastruktur dari Pemerintah

(Photo by Panitia)
"Ketika aku daki dari gunung ke gunung
Disana kutemui kejanggalan makna
Oh alam korban keangkuhan
Maafkan mereka yang tak mau mengerti
Arti Kehidupan."
Larik-larik melodi lawas yang menampol wajahku
Ketika para penduduknya bak dijajah
Pada surga kehidupannya

Sedang kita tak membuka mata batin
Sedang kita terlihat tidak peka
Ketika menikmati hijaunya daun teh, 
rimbunnya rimba dan puncak Kencana

Belajar menjadi seperti Event Organizer acara anak-anak terkhusus oubound yang mengedukasi adalah hal yang mulai biasa kami tangani. Seingat saya pernah diikutkan menjadi fasilitator bagi teman seangkatan, anak-anak marginal pada suatu jambore komunitas sosial, anak-anak PAUD, tentu kesemuanya memiliki cerita dan keterharuannya sendiri. Pada tanggal 10-11 Maret 2018, saya diamanahi untuk turut serta menjadi guide bagi adek-adek yang bersekolah di Cikoneng, tempat tinggal mereka berada di wilayah sekitar Cikoneng maupun Lahan Cadangan, Tugu Utara, Kab. Bogor yang tidak jauh dari obyek wisata Telaga Warna, kemudian ada Gunung Kencana serta Gunung Luhur.
Kebetulan saya ikut pada kloter pertama pemberangkatan ke lokasi, sehingga tugas menjadi guide sementara saya rangkap karena belum semua tim STAPALA dapat hadir pada pemberangkatan pertama. Acara dimulai dari sore hari Sabtu, 10 Maret 2018 di Lahan Cadangan sekitar rumah Pak Unang, rumah transit bagi para pendaki sebelum maupun sesudah berkunjung ke Gunung Kencana. Ekspektasi kami sesuai permintaan pada saat survei beberapa waktu lalu yaitu peserta sejumlah 20 anak yang berusia SD antara 8-10 tahun. Setelah peserta dijemput dari titik kumpul di SD Cikoneng yang kira-kira 30 menit perjalanan dari Lahan Cadangan (LC), kami terkejut! mereka yang turun dari truk hanya sejumlah 14 anak yang sedang mengenyam pendidikan SMP. Jumlah dan usia yang tidak seusai dengan permintaan dan janji ketika berkoordinasi dengan Bapak Rudi, Kepala Sekolah di Cikoneng. Terkejut bukan karena akan menghadapi anak-anak tersebut, melainkan segala hal games outdoor yang telah dipersiapkan oleh panitia adalah untuk peserta yang berusia SD. Hal ini membuat panitia memutar otak dan saya turut mengubah mindset dengan memposisikan diri sebagai guide yang cocok untuk usia mereka yang mulai beranjak dewasa.

Kelompok Keripik (ki-ka) Delon, Ilham, Mulyadi, Lukman, Andhika, Novi, Intan
Pada awalnya mereka masih bersikap bisa dibilang norak, maklum karena pergaulan dan lingkungan sekolah mereka yang akses pendidikannya belum semudah kita, juga keluarga kita yang menganggap pendidikan itu sangatlah penting. Baiklah tugas awal kami adalah mencairkan suasana dan bagaimana mekanismenya ya agar dapat diterima oleh adek-adek dan goals kami juga tercapai. Akhir-akhir ini film Dilan 1990 begitu booming di seantero Indonesia dengan segala usia dijangkau. Para guidee saya yang berjumlah 7 orang tersebut, memiliki penampilan yang mirip-mirip dengan para tokoh yang sedang digandrungi itu. Saya panggil saja mereka dengan nama-nama tokoh tersebut yaitu Dilan (Andhika), Milea (Novi), Wati (Intan), Piyan (Mulyadi), Anhar (Lukman), Bahar (Delon), Akew (Ilham) agar mereka juga nurut dengan saya dan Lumut (guide kelompok Keripik) karena mencoba merangkul mereka. Adek-adek begitu girang dan jadi malu-malu, kemudian suasana menjadi mencair ketika masing-masing kelompok diminta untuk membuat yel-yel. Geng Keripik yaitu geng daripada tokoh Dilan versi Cikoneng 2018 ternyata suka dengan hal demikian, terlebih ada beberapa personil yang pandai bernyanyi dan membuat gerakan. Saya dan Lumut yang bertugas menjadi guide mereka menjadi antusias dan menirukan gerakan-gerakan mereka agar terlihat lebih kompak dari geng seberang yaitu Leader. Mengapa nama kelompoknya adalah Keripik, pada saat MC meminta memikirkan nama kedua grup tersebut ada salah satu dari mereka yang langsung berteriak, "KERIPIK!"

Setelah unjuk kebolehan dan dilanjutkan dengan beberapa games yang tidak asing bagi mereka, suasana menjadi semakin menyatu dengan sejuknya kabut di seputaran kebun teh tersebut. Kemudian kami mulai sedikit demi sedikit berani bertanya bagaimana keseharian sekolah mereka. Saya berusaha memposisikan diri sebagai seorang kakak yang amat ramah bagi mereka, memang perlu energi yang lebih bahkan pernah menangani anak-anak dengan tipe-tipe berbeda, sedangkan mereka tergolong anak-anak yang perlu penangan khusus maksutnya rangkulan yang kestra. Hasilnya mereka menjadi nyaman dan mau memberi feedback atas pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan sembari adek-adek kami beri snack agar suasana semakin nyaman.

(Photo by Panitia)
Rintik hujan mulai turun dan membuat kami berpindah area berkumpul ke dalam tenda yang telah didirikan oleh panitia. Di dalam tenda Tunnel dengan kapasitas besar tersebut, kami melanjutnya sesi curhat. Dari percakapan ramah tersebut kami baru tahu bahwa adek-adek SMP bersekolah dengan jarak tempuh ada yang terjauh sekitar 1,5 jam dari rumah mereka untuk menuntut ilmu dari jam 13.00 – 15.00 dan hanya di hari Senin-Kamis saja. Alasannya adalah pada pagi hari pukul 07.00-09.00 ketiga ruang kelas di SD Cikoneng dipakai oleh adek-adek kelas 1-3 dan dilanjutkan dengan kelas 4-6 pada jam 10.00-12.00. Selain itu pengajar yang berasal dari Cisarua Bawah harus efford naik ke Cikoneng memberikan pengajaran kepada mereka. Fasilitas yang bertimpangan dengan posisi lokasi lingkungan mereka, sebagai salah satu obyek wisata yang mulai banyak dikenal olah masyarakat. Kemudian kami tergelitik sebenarnya mereka semangat belajar/ tidak ya? ternyata beberapa anak laki-laki suka membolos! jangan kaget jika dalam 4 hari sekolah mereka terkadang hanya mengikuti 1 hari belajar saja. Alasannya banyak yang menuturkan karena kelelahan membantu orang tua di pagi hari untuk memetik teh/ mencari rumput/ kayu, padahal orang tua mereka sesungguhnya meminta untuk tetap pergi menuntut ilmu.

Saatnya saya turut memotivasi adek-adek dengan sharing kepada mereka bahwa saya juga kakak-kakak guide adalah berasal dari daerah yang bukan kota besar atau bisa dibilang kampung. Meskipun berasal dari kampung, kami punya keinginan kuat ingin seperti anak-anak di TV dengan pendidikan yang baik hingga ke jenjang yang tertinggi kelak. Bahkan tak memungkiri saya sendiri terinspirasi dengan para pembawa acara Jejak Petualang, rasanya "itu gue banget!". Percakapan mulai saya arahkan dengan manfaat daripada tekun belajar untuk masa depan diri mereka bahkan keluarga mereka saat ini yang rata-rata bekerja sebagai buruh pemetik teh, pencari rumput, pencari kayu, tukang kusen, pedagang makanan ringan dan minuman kemasan di pintu masuk area wisata Telaga Warna. “InsyaAllah adek-adeku yang hebat-hebat ini apabila kalian rajin masuk sekolah, suka membaca dan semangat sekolah, selalu akan ada jalan dari Allah untuk membawa kalian ke level yang jauh lebih tinggi dan mengangkat harkat martabat keluarga kalian. aamiin.”

Sesi yang begitu mengharukan di dalam tenda dengan rintik hujan dan hembusan angin kencang diluar. Semakin jauh kami mengajak mereka sharing, ternyata mereka memiliki hobi dan potensi yang besar. Ada yang menjadi juara sepak bola di kampung dan ingin kedepan jadi pemain bola di tim nasional, ada adek Itiuw yang berbakat di akademis khususnya bidang IPA dan bercita-cita menjadi dokter, ada Novi peserta olimpiade matematika yang kelak ingin menjadi guru, ada yang berani/ jago bela diri juga. Dari sharing tersebut kami juga memberikan gambaran kepada adek-adek bila memiliki minat bukan hanya di akademis untuk ditekuni, sebagai contohnya kaka Atep (panitia) lulusan Prodi Bea dan Cukai yang sedari SD berprestasi di bidang keolahragaan Taekwondo dan berulang kali memeroleh banyak medali emas baik kompetisi lintas ekstrakurikulernya hingga tingkat perguruan tinggi maupun eksternal. Raut wajah mereka penuh dengan decak kagum dan terlihat semakin semangat untuk mengejar cita-cita mereka. Hari Sabtu yang panjang bersama mereka, setelah usai sesi dengan para guide dilanjutkan bercengkerama dengan Ketua Divisi Lingkungan dan Kemasyarakatan Dewan Pengurus STAPALA Kak Erny Murniasih (Nenny), Ketua Dewan Pengurus Naisonal STAPALA Om Heliantono (Assue), serta Kak Fakhrie Julverdie (Ayie) dan menonton video-video perjuangan anak-anak di bagian Indonesia lainnya dalam menempuh pendidikan.

(Photo by Panitia)
Pada hari Minggu dimulai pukul 07.00 pagi bersama adek-adek di Lahan Cadangan yang mereka berusia PAUD-SD bahkan ada beberapa yang putus sekolah semenjak kelas 3 SD, melakukan senam pagi sebelum  melanjutkan aktivitas outdoor yang menuntut berfikir, kekompakan dan kelihaian masing-masing anggota dalam suatu tim. Pada hari ini kekompakan tim sangat terasa dan mereka semakin antusias memenangkan permainan dari Pos 1-4. Alhamdulillah kelompok yang saya gawangi berhasil memenangkan permainan di Pos 1 (tebak kata dan gerakan), Pos 2 (tebak lawan), Pos 3 (melakukan gerakan lawan kata), sedang di Pos 4 yang tugasnya membuat menara dari koin harus kalah dari tim Leader karena selisih 3 koin saja. Pos puncaknya berada di pos 5, yaitu adek-adek diminta untuk menebak clue yang telah diberikan dari awal pos berupa tulisan di kertas mengenai kata-kata yang berhubungan dengan profesi. Di pos lima lah terdapat beberapa model yang tepat menggambarkan profesi tersebut, kemudian adek-adek diminta untuk menebak sesuai dengan rangkaian kata yang mereka dapatkan. Saya salut dengan tim panitia kesungguhan mereka dalam mempersiapkan acara ini, sungguh niat! Memeragakan 5 profesi lengkap dengan kostumnya, yaitu fotografer, dokter, presiden, montir, petugas Bea dan Cukai.
Games di Pos 2 : Tebak Lawan (Photo by Panitia)
Serangkaian acara ini harus ditutup pada siang hari mengingat pada hari Senin, tanggal 12 Maret 2018 mereka akan mengikuti try out ujian di sekolah. Sebuah acara yang memberikan experience yang berharga bagi saya dan rekan-rekan panitia disini. Belajar mengajak memperbaiki mindset adek-adek bahwa pendidikan adalah suatu keharusan yang penting, membantu memberikan gambaran lanjutan sekolah dari lulus SMP kelak, serta telah memperkenalkan berbagai macam profesi yang ada di luar sana, yang mungkin banyak dari mereka belum ketahui. Setidaknya kami telah berusaha turut memotivasi adek-adek agar mereka dapat meraih cita-cita seperti yang mereka inginkan. Hasilnya, pada awal pertemuan dengan mereka yang tidak tahu ingin menjadi apa kelak, di akhir sesi ini mereka dapat dengan cepat dan lantang menyuarakan cita-cita mereka. Mereka anak-anak yang baik dan memiliki potensi besar menjadi tokoh-tokoh terbaik di negeri ini. Salam Petik Ilmu, Seduh Cita-Cita!”. Oiya sekedar informasi bahwa diriku juga punya cita-cita seperti adek-adek di Cikoneng, yaitu menjadi SAINGANNYA WONDER WOMEN. Kasian nanti dia sombong dan nganggur gak punya saingan hehehe.
Sesi Melukiskan Cita-Cita
Kak Nenny dan Om Assue "meet and greet" dengan orang tua di Lahan Cadangan 
(Photo by Panitia)
Mendampingi adek-adek SMP menggambarkan cita-cita (Photo by Panitia)

Comments

Popular Posts