CARSTENSZ PYRAMID 4884 Mdpl - Sepenggal Kisah Ekspedisi SAPTANUSA
TUJUH, MENGGAPAI KESEMPURNAAN
Ketika langkahku menentukan hidup dan
matiku.
Ketika satu langkah saja salah, maka
kematian berada di depanku.
Disitulah, aku sadar betapa setiap langkahku
begitu berharga.
Karena itulah aku naik gunung.
Turus bersama Tim Himex (kiri-kanan) Collin, Mr. Rushell Brice, Mr. Christopher, and Mrs. Maria |
Ingatan ini kembali melayang ketika tubuh kecil ini harus bertahan
dalam kondisi dingin di ketinggian 4.600 meter diatas permukaan laut (mdpl)
untuk menyeberangi jurang menganga sedalam 600 meter melalui tali besi sepanjang
50 meter. Tyrolean Traverse, satu-satunya
cara yang harus ditempuh demi menggenapkan puncak ketujuh dari tujuh gunung
tertinggi di tanah air Indonesia.
Ketika manajemen Ekspedisi Saptanusa- 7 Summits Indonesia harus memilih dua diantara kelima atlet,
patutlah saya harus berbesar hati menerima siapakah sosok tumpuan yang masih
diizinkan bertahan untuk meneruskan perjalanan ketujuh dari rangkaian
ekspedisi. Demi mengejar rekor salah satunya “Wanita Pertama yang Menyelesaikan
7 Summits Indonesia dengan Waktu Tercepat”,
manajemen memberi kesempatan kepada saya untuk menuntaskan tugas beserta salah
seorang senior. Pertemuan di jalan Sabang Jakarta dengan seorang operator
pendakian Carstensz Pyramid menjadi titik awal kemantapan kami mewujudkan cita
dan asa. Setelah berusaha selama 6 bulan pasca menyelesaikan 6 puncak tertinggi
di Indonesia (Kerinci-Sumatera, Bukit Raya-Kalimantan, Latimojong-Sulawesi,
Binaiya-Maluku, Rinjani-NTB, Semeru-Jawa) untuk mendapatkan operator pendakian dari
berbagai jalur dengan kecocokan jadwal kami sebagai mahasiswa di perguruan
tinggi kedinasan. Dua minggu sebelum keberangkatan saya manfaatkan untuk
semakin giat berlatih teknis, meluweskan jari mengoperasikan seperangkat alat
safety pendakian tebing, baik untuk teknik ascending
khususnya scrimbling dengan zummar, teknik descending dengan figure of
eight, hingga teknik tyrolean guna
menyeberangi jurang diantara tebing ketika di Carstensz.
Penerbangan menuju tanah cendrawasih pada 28 Februari 2016 akhirnya tiba.
Sesampainya di Nabire, tim kecil kami bergabung dengan tim pendaki dari luar negeri
yaitu Himalaya Experience (Himex) yang terdiri dari 4 orang
termasuk Mr. Rushell Brice seorang aktor dan pemilik operator pendakian di
pegunungan Himalaya yang begitu rendah hati. Etika dan etiket beliau sebagai
seorang pencinta alam patut dijadikan panutan, saya pun turut belajar
mengimplementasikan kode etik sebagai seorang pencinta alam. Berfikir, berucap,
berperilaku dan bertindak untuk sesuatu yang baik dan pantas untuk
diperjuangkan, dengan menjunjung tinggi moral sebagai pendaki terlebih orang
timur yang dikenal dengan keramahannya. Sebagai contoh ketika bersama camp di
Lembah Kuning sebelum Summit Attack, kami
begitu antusias bahu membahu membereskan sampah yang masih tercecer dan
ditinggalkan oleh para pendaki sebelumnya. Harapannya dapat menginspirasi
pendaki lain untuk peduli terhadap sampah.
Empat Maret 2016 menjadi hari penentu, apakah saya bisa tuntas
melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab, berhasil dan selamat. Dimulai
dari pukul 04.30 WIT kami ditemani oleh 2 orang guide memulai pemanjatan tebing
Carstensz Pyramid. Awalnya kami semua beriringan melakukan pemanjatan, akan
tetapi skills para pendaki luar
tersebut yang rata-rata telah menggapai 5 dari 7 puncak dunia patut diacungi
jempol, saya makin tertinggal. Alhasil kedua orang guide turut meninggalkan
saya dengan senior saya, sebab memang merekalah tamu utama pada operator ini.
Tekanan semakin berat ditengah kondisi yang makin dingin, terlebih baru pertama
kalinya saya memanjat tebing Carstensz Pyramid ini. Tidak peduli semengerikan
dan setinggi apa jalur yang telah saya lalui, kurang lebih 500 meter tebing
tersebut menjulang ke atas. Tetap fokus mencari jalur panjat dan arahan dari senior
saya, serta menyelipkan harapan pada doa, kekuatan fisik, zummar serta carabiner
yang kami jadikan sebagai safety.
Hingga sampailah pada jalur paling khas, Tyrolean Traverse. Ingatan akan cita yang digantungkan oleh kedua
orang tua hingga seribu saudara yang mendukung ekspedisi ini baik moril maupun
materiil demi keberhasilan 7 Summits
Indonesia ini, menggelayuti pikiran saya. Tidak ada cara lain, kuncinya
fokus melangkahkan kaki kecil ini untuk melewati seutas tali besi menyeberangi
jurang si atas awan, menaiki tebing berikutnya dengan destinasi menggapai
puncak. Kabut mulai turun saat waktu menunjukan pukul 09.00 WIT, kami berpapasan
kembali dengan kedua guide dan Tim Himex dengan
posisi mereka akan kembali turun. Saya begitu tercengang, ditambah arahan
mereka untuk tidak lewat dari jam 12 siang dalam perjalanan menuju puncak, karena
normalnya hujan akan turun yang akan membuat perjalanan semakin berat.
Sebagai tim kecil begitu terasanya kami saling bekerjasama dan
memastikan satu sama lain dalam kondisi aman, terlepas asumsi-asumsi negatif
yang menghinggapi pikiran bagaimana bila tidak selamat. Saya sempat terdiam dan
butuh waktu berfikir ketika menerima kenyataan bahwa Tyrolean Traverse bukanlah jurang pertama dan terakhir yang harus
terlewati. Masih ada 2 buah tyrolean
kecil yang saya tidak paham bagaimana bisa melewati jurang-jurang tidak jelas
ini. Tidak ada cara lain ditengah waktu yang sempit sedang tujuan masih harus
dikejar. Kami saling mengarahkan dan memotivasi demi menyelesaikan tugas ini.
Mata dan hati sangat terharu melihat tebing puncak yang kian terasa
dekat, kami tidak mengedepankan ego
masing-masing siapa yang terlebih dahulu menapakan kaki di salah satu puncak
dunia ini. Kami adalah sebuah tim, melangkahkan kaki bersama dalam menggenapkan
puncak ketujuh ini, Carstensz Pyramid 4.884 mdpl. Misi telah usai, akan tetapi
belum bisa dikatakan sempurna bila belum pulang dengan selamat, sebab sejatinya
perjalanan ini akan berujung kembali pada titik 0. Kami menyukupkan mengambil
dokumentasi seperlunya dan kembali turun dengan melewati jalur yang sama, timbul
perasaan putus asa akan tetapi kembali ke rumah menjadi suntikan semangat
tersendiri bagi saya.
Betul kabut mulai turun membatasi jarak pandang jalur bertali di tebing
ini, gerimis tumpah diikuti hujan es dan salju, tubuh yang terdiam sejenak pun
akan terasa menggigil. Mengandalkan pengalaman yang ada satu per satu kami
melancarkan teknik descending dari Summit Ridge untuk sampai ke teras-teras
besar. Satu sama lain saling membutuhkan terlebih menimbang keputusan, dari
share bekal hingga teknik apa yang sebaiknya digunakan untuk menuruni jalur
yang tak jarang tidak jelas ini. Akhirnya pada pukul 15.30 WIT kami kembali
menapakan kaki di tanah berpasir yang datar, camp Yellow Valey. Tim Himex
dan guide yang begitu khawatir menunggu kami sedari siang, ikut melepas kelegaan
bahwa kami bisa melewatinya. Terutama Mr. Rushell Brice yang belum bisa
beristirahat sebelum kami kembali dengan selamat. Sembari menyantap mie rebus
dan menyeduh teh panas, kami saling menceritakan kehebohan masing-masing saat
melewati tyrolean tadi. Tujuh menjadi
sempurna, genap sudah Sang Saka berkibar di tujuh puncak negerinya. Akhir kisah
ada tiga perkara yang tidak boleh ditinggalkan saat berkegiatan di alam bebas yaitu
safety, safety, dan safety. Karena hakikatnya
sebuah pendakian adalah pulang dengan selamat.
--------------------
Penyelesaian 7 Summits of Indonesia oleh Meiliana Eka dan
Tim Saptanusa STAPALA STAN :
1.
Gn.Kerinci, Sumatera (3805 mdpl): 23 Agustus-24
Agustus 2015;
2.
Gn.Bukit Raya, Kalimantan (2278 mdpl): 29
Agustus-1 Sepetember 2015;
3.
Gn.Latimojong, Sulawesi (3478 mdpl): 4-5
September 2015;
4.
Gn.Binaiya, Maluku (3027 mdpl): 8-11 September
2015;
5.
Gn.Rinjani, NTB (3726 mdpl): 15-17 September
2015;
6.
Gn.Semeru, Jawa (3676 mdpl): 20-21 September
2016;
7.
Carstensz Pyramid, Papua (4884 mdpl): 2-7 Maret
2016.
Klaim dan Pencapaian Prestasi yang diperoleh :
1.
Wanita pertama yang menyelesaikan pendakian 7 Summits of Indonesia;
2.
Termuda wanita dan pria yang menyelesaikan 7 Summits of Indonesia;
3.
Tim tercepat yang menyelesaikan 7 Summits of Indonesia.
Tim Ekspedisi Saptanusan STAPALA STAN :
1.
Meiliana Eka Inayati ( 21 tahun );
2.
Patuan
Handaka Pulungan ( 26 tahun );
3.
Dimas
Adi Saputra ( 24 Tahun );
4.
Fiki
Hidayat ( 18 tahun );
5.
Sorojul
Abrori ( 19 tahun ).
Comments
Post a Comment